Rating: 3.72
Grameds, apakah Anda pernah mendengar tentang sistem kasta yang ada di beberapa budaya? Sebuah sistem yang mengelompokkan masyarakat berdasarkan tingkatan kedudukan, status, dan tingkat ekonomi. Adapun kasta biasanya terkait dengan keturunan.
Buku Sagra karya Ida Ayu Oka Rusmini merupakan buku kumpulan cerita pendek yang diterbitkan Penerbit Gramedia Pustaka Utama pada 29 Maret 2023. Buku dengan total 182 halaman ini akan membahas tentang kisah seorang wanita yang hidup dengan sistem kasta.
Apakah kehidupan akan menyisakan sedikit bagian, sepotong kecil, mungkin seukuran kuku kelingking saja, untuk keinginan yang bisa kusimpan dan kutanam di hatiku sendiri? Hyang Widhi, apakah sebagai perempuan, aku ini terlalu serakah, sehingga Kau tidak mengizinkan aku menggapai impian? Apakah kau ini sebenarnya laki-laki? Sehingga Kau tak pernah memahami keinginan dan bahasa perempuan?
Sebelas cerita pendek dalam buku Sagra ini akan menjadi sehimpun cerita perempuan dengan berbagai latar belakang, masalah hidup, dan tekanan yang melanda. Masalah hidup mereka nyata, tetapi selamanya menjadi samar dan tidak ketara.
Table of Contents
Profil Ida Ayu Oka Rusmini – Penulis Buku Sagra
Ida Ayu Oka Rusmini lahir di Jakarta, pada 11 Juli 1967. Ia berdomisili di Denpasar, Bali. Dia dikenal sebagai penulis novel, puisi, dan cerita pendek. Karya-karyanya yang sudah berhasil diterbitkan, di antaranya Monolog Pohon (1997), Tarian Bumi (2000), Sagra (2001), Kenanga (2003), Patiwangi (2003), Warna Kita (2007), Pandora (2008), Tempurung (2010), Akar Pule ( 2012), Saiban (2014).
Novelnya yang berjudul Tarian Bumi sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing dengan judul Erdentanz (edisi Jerman, 2007), Jordens Dans (edisi Svenska, 2009), Earth Dance (edisi Inggris, 2011), dan La danza della terra (edisi Italia, 2015). Pada tahun 2002, ia menerima Penghargaan Puisi Terbaik dari Jurnal Puisi. Pada tahun 2003, Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Republik Indonesia memberinya Penghargaan Apresiasi Sastra Karya Sastra untuk novelnya Tarian Bumi. Pada tahun 2012, ia menerima Penghargaan Apresiasi Sastra dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan Republik Indonesia, dan Penghargaan Penulisan Asia Tenggara, Bangkok, Thailand, untuk novelnya Tempurung.
Buku puisinya yang berjudul Saiban (2014) berhasil meraih penghargaan sastra nasional “Kusala Sastra Khatulistiwa 2013-2014”. Ia pernah diundang ke acara-acara nasional dan internasional, seperti Literary Festival Winternachten di Den Haag, Amsterdam, Belanda (2003), Singapore Writer Festival (2011), dan OZ Festival, Adelaide, Australia (2013). Ia juga diundang sebagai penulis tamu di Universitas Hamburg Jerman (2003).
Berbagai penghargaan telah diterimanya: Penghargaan Sastra Badan Bahasa tahun 2003 dan 2012, Anugerah Sastra Tantular, Penghargaan Balai Bahasa Provinsi Bali tahun 2012, Kusala Sastra Khatulistiwa tahun 2014, The S.E.A. Write Award dari Pemerintah Thailand tahun 2012, Ikon Berprestasi Indonesia Kategori Seni dan Budaya tahun 2019, CSR Indonesia Awards kategori Karsa Budaya Prima 2019, dan Bali Jani Nugraha dari Pemerintah Provinsi Bali tahun 2019.
Sinopsis Buku Sagra
Mata anakku semakin bulat. Sementara tumpukan ketikan yang harus aku selesaikan semakin tinggi dan tidak ada habisnya. Anakku selalu saja mengganggu. Mengusik kesuntukan ketika mengerjakan sesuatu yang aku anggap sebagai bukti bahwa ada yang aku pikirkan tentang hidup. Ada idealisme yang aku pertaruhkan pada setiap baris tulisanku. Idealisme dan kesombongan yang tetap terpelihara dan tak pernah padam.
Aku harus terus berkarya dan terus hidup dengan pilihan yang kuyakini. Dan anakku terus menangkap setiap gerak-gerikku. Matanya yang bulat tidak bisa diajak berkompromi. Ia terus merajuk sambil memilih-milih roknya yang kependekan. Aku hanya bisa diam dan menarik napas. Ini adalah konsekuensi yang harus aku ambil.
Aku menikah dengan seorang penyair yang percaya bahwa suatu saat sajak-sajaknya akan dibicarakan banyak orang, memenangkan Hadiah Nobel, dan menjadi sejarah. “Hati-hati, dua penyair bertemu, kalian bisa berebut kata-kata di bawah bantal. Bahkan bisa jadi, ranjang kalian justru tidak mempertemukan tubuh kalian, tetapi huruf-huruf,” kata seorang penyair sahabatku sambil tertawa dan mengusap rambutnya yang dipenuhi uban.
Ia adalah sahabatku yang mempertemukan aku dengan suamiku, dalam satu lingkaran. Dari perjalanan obsesi, kami memperoleh penghargaan paling penting sebagai manusia. Sepotong dagingku dan dagingnya bersatu, kini menjadi makhluk kecil. Kami sepakat memberi nama manusia baru itu, Nobelia Prameswari.
Nobel yang kami dapat sangat indah, lucu, gemas, dan sering membuat kami kelabakan menghadapi ulahnya. Nobelia sudah menjadi api yang lain. Ia sering menjebak kami dengan kenakalan-kenakalan selama masa tumbuhnya menjadi manusia. Makhluk yang satu ini menuntut perhatian luar biasa. Ia lebih memusingkan dan lebih rumit dibandingkan ratusan buku yang pernah kami baca.
Rifaset, suamiku, tidak pernah ceriwis. Jika aku banyak bicara dan protes terhadap ulah Nobelia, dia hanya melihat gerak bibirku. Katanya, bibirku mirip tarian. Seharusnya para maestro seni tari negeri ini melihat bagaimana dahsyatnya bibirku ketika melontarkan huruf-huruf. Jika para maestro itu mengetahui keindahan bibirku menari, mereka dapat menciptakan tarian indah yang para kritikus pun tidak akan sanggup membedahnya.
Katanya, bibirku yang membuatnya tertarik kepadaku. Aku hanya merengut, terus bicara dan mengomel. Aku belum puas! Akan tetapi, lelakiku tetap diam saja sambil menghisap rokoknya dalam-dalam. Coba pikir saja, sudah menjelang tiga hari ini tidak ada beras yang bisa ditanak. Semakin hari, kondisi keuangan keluarga kecil kami semakin parah.
Aku malu untuk meminta bantuan mertua perempuanku. Mertuaku sudah terlalu baik dan selalu mengerti kondisi perkawinan kami. Satu hal yang Rifaset yakini dan tanamkan dalam-dalam di pikiran dan tubuhku adalah ia tak akan memakai satu peser pun uang keluarganya untuk menikahiku. Ia juga tidak akan meminta makan pada keluarganya lagi. Kami benar-benar mandiri.
Kami menikah dengan cara yang unik dan sangat sederhana. Cara hidup kami juga sangat mengkhawatirkan. Aku yang biasa sangat cerewet dan sulit untuk beradaptasi dengan kesulitan hidup yang terlalu parah, tiba-tiba bisa menjadi sangat demokratis. Lima tahun kami sudah bersama! Rifaset sering menanyaiku tentang apa yang aku rasakan dan pikirkan tentang perkawinan kami. Aku tak bisa menjawabnya.
Ketika aku balik melontarkan pertanyaan itu kepadanya, lelakiku protes. Katanya, tidak ada pertanyaannya yang boleh ditanyakan balik. Aku hanya bisa tersenyum sambil menyentuh pipinya dan menatap matanya dalam-dalam. Aku tahu, lelakiku juga tidak mempunyai jawaban tentang hidup yang kami sepakati ini.
Aku jadi teringat pertanyaan para perempuan yang menatapku heran. Apakah aku bahagia? Seperti apa bentuk kebahagiaanku? Atau pertanyaan aneh, untuk menceritakan wujud kebahagiaan yang aku yakini supaya kami bisa paham. Memang mereka aneh.
Siapa yang dapat mengukur kedalaman kebahagiaan seseorang? Apa kebahagiaan itu memiliki kapasitas? Apa kebahagiaan memiliki bentuk? Atau apakah kebahagiaan ada standarnya? Sempat terlintas pertanyaan di otakku, sudah sebaik itukah hidup orang-orang yang menilai diri mereka modern? Saat mereka mempertanyakan kebahagiaanku, aku juga bertanya pada diriku sendiri, apakah aku yang terlalu bodoh dan buta, sehingga tak bisa melihat hidup ini dengan realitas gaya mereka?
Kelebihan Buku Sagra
Buku Sagra karya penulis Evergreen ini tentunya memiliki banyak kelebihan. Buku ini sangat direkomendasikan bagi seseorang yang ingin mempelajari, bahkan merasakan hidup sebagai perempuan Bali yang erat dengan sistem kasta. Ida Ayu Oka Rusmini, melalui buku ini akan membawa kita mengenal Bali lebih dekat.
Penulis berhasil membawa pembaca kembali ke masa lalu untuk merasakan menjadi wanita di zaman Bali kuno. Cerita-cerita yang disajikan bukan dimaksudkan untuk manis-manis, melainkan lebih menyejukkan pikiran dan hati. Secara umum, buku ini akan menggambarkan bagaimana perempuan dianiaya di berbagai periode, di Bali.
Kemampuan dan imajinasi Oka Rusmini dalam menceritakan budaya Bali ini akan membuka pengetahuan baru dan pasti ingin terus memahaminya dengan terus membacanya. Secara keseluruhan, buku Sagra ini sangat direkomendasikan kepada seluruh masyarakat, baik masyarakat lokal Bali maupun daerah lainnya.
Kekurangan Buku Sagra
Selain memiliki kelebihan, buku Sagra ini juga masih memiliki kekurangan. Kekurangan pada buku ini terletak pada beberapa bagian yang dinilai terlalu hiperbola. Seperti bagian yang mengatakan bahwa laki-laki merupakan predator dan perempuan adalah mangsanya.
Hal ini mungkin disebabkan oleh sudut pandang penulis yang merupakan wanita. Sesuatu yang bisa dimaklumi, tapi bagi sebagian orang mungkin terkesan seksis. Namun, kekurangan ini bersifat subjektif dan bergantung pada pola pikir masing-masing.
Pesan Moral Buku Sagra
Grameds tentunya bisa belajar dari cerita Sagra ini. Kisah ini mengajarkan kita untuk memandang wanita dengan setara, meskipun terdapat sistem kasta sekalipun. Biarlah sistem kasta tersebut mengelompokkan saja, bukannya memisahkan.
Dan sebagai wanita, hendaknya bisa memperjuangkan hak dan kedudukan kita. Namun, tetap harus mengingat untuk tidak merendahkan laki-laki juga. Perlakukanlah orang lain sebagaimana kau ingin diperlakukan.
Nah, itu dia Grameds ulasan buku Sagra karya Ida Ayu Oka Rusmini. Bagaimana kelanjutan kisah perempuan di Bali kuno? Yuk temukan jawabannya dengan mendapatkan buku ini hanya di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami selalu siap menyediakan buku terbaik untuk mendukung Anda. Selamat membaca!
Penulis: Gabriel
Rekomendasi Buku
Kenanga Karya Ida Ayu Oka Rusmini
Kenanga, perempuan muda Bali penuh impian, cerdas, ulet, juga berpendirian kuat. Hidup baginya adalah karier. Kedekatan dengan salah seorang guru besar justru menimbulkan banyak rumor tidak sedap: bahwa dia menghalalkan segala cara demi karier. Semuanya kacau ketika dia harus mengandung anak Bhuana. Keduanya saling mencinta sebagai sepasang kekasih. Namun, di balik semua itu, adik Kenanga—Kencana—mengabdikan seluruh hidup dan cintanya kepada Bhuana. Kenanga mengisahkan tentang kondisi adat Bali. Tentang cinta terlarang dalam adat, terlebih tokoh-tokoh yang berasal dari kasta tertinggi, Brahmana. Oka Rusmini menyingkap Bali bukan dari wajah cantiknya semata, tapi juga dari sisi gelap kultur dan manusia-manusianya. Perempuan Bali tidak sekadar ayu dalam paras, sesekali liar, merdeka, sekaligus sadis.
Tempurung Karya Ida Ayu Oka Rusmini
Perempuan-perempuan dalam Tempurung terjebak dalam ikatan suci yang ganjil. Mereka berhadapan dengan kemerdekaan atas tubuhnya, persoalan agama, budaya, dan norma masyarakat. Perempuan-perempuan yang berhadapan dengan banyak ironi: mereka menginginkan ketenangan, anak, dan suami di tengah kejengahan institusi keluarga; mereka mencari cinta, kasih sayang di antara ambiguitas dan kegamangan hidup; mereka ingin merdeka menentukan hidup dan impian di antara hal-hal yang membuatnya takut akan hidup itu sendiri. Perempuan-perempuan yang kadang gagap berhadapan dengan tubuhnya sendiri. Perempuan-perempuan yang kadang tak mengenal dirinya sendiri. Perempuan-perempuan yang kemudian bertanya: menjadi perempuan anugerah, ataukah kutukan?
Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan
Hidup di era kolonialisme bagi para wanita dianggap sudah setara seperti hidup di neraka. Terutama bagi para wanita berparas cantik yang menjadi incaran tentara penjajah untuk melampiaskan hasrat mereka. Itu lah takdir miris yang dilalui Dewi Ayu, demi menyelamatkan hidupnya sendiri Dewi harus menerima paksaan menjadi pelacur bagi tentara Belanda dan Jepang selama masa kedudukan mereka di Indonesia.
Kecantikan Dewi tidak hanya terkenal dikalangan para penjajah saja, seluruh desa pun mengakui pesona parasnya itu. Namun bagi Dewi, kecantikannya ini seperti kutukan, kutukan yang membuat hidupnya sengsara, dan kutukan yang mengancam takdir keempat anak perempuannya yang ikut mewarisi genetik cantiknya. Tapi tidak dengan satu anak terakhir Dewi, si Cantik, yang lahir dengan kondisi buruk rupa. Tak lama setelah mendatangkan Cantik ke dunia, Dewi harus berpulang.
Tapi di satu sore, dua puluh satu tahun kemudian, Dewi kembali, bangkit dari kuburannya. Kebangkitannya menguak kutukan dan tragedi keluarga. Bagaimana takdir yang akan menghampiri si Cantik? Apa yang membuat Dewi harus kembali ke dunia bak neraka ini?
Sumber:
https://books.google.co.id/books/about/SAGRA.html?id=S9bMEAAAQBAJ&source=kp_book_description&redir_esc=y